Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 Juni 2012

Indikator Ekonomi Hijau (green economy)

Menurut wikipedia,
Ekonomi Hijau adalah sebuah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis.

Ciri ekonomi hijau yang paling membedakan dari rezim ekonomi lainnya adalah penilaian langsung kepada modal alami dan jasa ekologis sebagai nilai ekonomi dan akuntansi biaya di mana biaya yang diwujudkan ke masyarakat dapat ditelusuri kembali dan dihitung sebagai kewajiban, kesatuan yang tidak membahayakan atau mengabaikan aset. Untuk tinjauan umum tentang kebijakan pembangunan lingkungan internasional yang menuju ke laporan Ekonomi Hijau Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), lihat Runnals (2011).

Khusus untuk Indeks Global Green Economy tahun 2011, mencakup 4 dimensi, 12 sub-kategori, yang disusun dari 35 datasets:


A. Dimensi kepemimpinan:
1.           National Institutions (3)
2.           Global Media Coverage (11)
3.           International Forums (3)

B. Dimensi kebijakan domestik:
1.           Renewable Targets (2)
2.           Clean Energy Policies (7)
3.           Emissions Trending (1)

C. Dimensi cleantch investment:
1.           Investment Volume (1)
2.           Sector Vitality (5)
3.           Investment Facilitation (1)

D. Dimensi green tourism:
1.           Competitiveness (1)
2.           Accreditation Schemes (1)
3.           Ministry Evaluation (1)

Sumber: http://www.dualcitizeninc.com/ggei2011.pdf
******

Indikator negara gagal (failed states)

Noam Chomsky, 2006 dalam buku "Failed States: The Abuse of Power and the Assault on Democracy"Negara gagal = negara yang sedang atau akan mengalami kegagalan dalam beberapa syarat dan tanggung jawab utama dalam menjalankan negara termasuk kedaulatannya.

Menurutnya,  ada 2 karakter utama negara gagal. (1) Negara tidak mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melindungi warga negaranya dari kekerasan dan bahkan kehancuran. (2) tidak mampu mempertahankan hak hak warga negaranya baik di tanah air maupun diluar negeri. Juga tidak mampu menegakkan dan mempertahankan fungsi institusi institusi demokrasi.

Sementara, Menurut Jared Diamond (2005), negara gagal dicirikan lima faktor:
1. kerusakan lingkungan
2. pemanasan global
3. tetangga yang bermusuhan
4. mengendurnya dukungan kelompok masyarakat yang sudah menjalin hubungan baik melalui perdagangan
5. lembaga politik, ekonomi, sosial dan budaya lumpuh sebagai pemecah persoalan.


Lalu, sejak tahun 2005, Fund for Peace [organisasi penelitian dan pendidikan non-profit yang bermarkas di Washington DC] dan majalah Foreign Policy mengeluarkan Indeks Negara Gagal [Failed States Index]. Fund for Peace membuat indikator indikator negara gagal dilihat dari Sosial, Ekonomi, dan Politik sebuah negara. Indeks ini kemudian diklasifikasikan kedalam empat tingkatan dimulai dari tingkat yang paling mengkhawatirkan sebagai berikut; Alert, Warning, Moderate, dan Sustainable.

Indikator Sosial

01. Tekanan Demografis: Tekanan kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi terhadap pasokan pangan dan sumber daya yang mendukung kehidupan lainnya. Tekanan dari pola pemukiman penduduk, termasuk sengketa perbatasan, kepemilikan atau hunian lahan, akses transportasi, dan kedekatan terhadap bahaya lingkungan.

02. Pergerakan besar besaran Pengungsi: kekerasan atau penindasan yang menyebabkan kekurangan makanan, kekurangan air bersih, persaingan lahan, dan kekacauan yang dapat menjadi masalah kemanusiaan dan keamanan yang lebih besar, baik di dalam negeri dan antar negara.

03. Warisan Dendam dan keluahan Kelompok tertentu: Ketidakadilan yang baru saja terjadi atau di masa lalu yang usianya puluhan tahun. Termasuk kekejaman yang dilakukan dengan impunitas terhadap kelompok-kelompok komunal dan / atau kelompok masyarakat tertentu oleh otoritas negara, atau oleh kelompok-kelompok dominan. Eksklusi politik yang dilembagakan. Pengkambinghitaman kelompok yang diyakini telah memperoleh kekayaan, status atau kekuasaan, dibuktikan dalam munculnya radio "kebancian", stereotip, dan retorika politik nasionalisme.

04. Pelarian warga negara yang kronis dan berkelanjutan: banyak warga negara yang melarikan diri ke luar negeri. Pertumbuhan komunitas pengasingan ataupun expat.
Indikator Ekonomi

05. Pembangunan Ekonomi yang tidak merata kesegala lini: ditentukan oleh ketidaksetaraan berbasis kelompok, atau kesenjangan persepsi, dalam pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi. Juga diukur dengan tingkat kemiskinan berbasis kelompok, tingkat kematian bayi, tingkat pendidikan.

06. Penurunan Ekonomi yang tajam: diukur oleh penurunan ekonomi progresif masyarakat secara keseluruhan (menggunakan; pendapatan per kapita, GNP, utang luar negeri, tingkat kematian anak, tingkat kemiskinan, kegagalan bisnis.). Penurunan harga komoditas secara tiba-tiba, devaluasi atau ambruknya mata uang nasional dan pertumbuhan pasar gelap, termasuk penyelundupan narkoba, dan pelarian modal. Kegagalan negara untuk membayar gaji pegawai pemerintah dan angkatan bersenjata atau untuk memenuhi kewajiban keuangan lainnya untuk warga negaranya, seperti pembayaran pensiun.

Indikator Politik

07. Kriminalisasi dan/atau delegitimasi negara: korupsi endemik dan resistensi terhadap transparansi, akuntabilitas dan representasi politik. Termasuk hilangnya kepercayaan terhadap institusi negara.
08. Penurunan Pelayanan Publik yang berkelanjutan; Hilangnya fungsi utama negara dalam melayani warganya, termasuk kegagalan dalam proteksi terhadap terorisme dan kekerasan, dan menyediakan layanan pubik seperti, kesehatan, pendidikan, sanitasi, dan transportasi.

09. Pelanggaran HAM yang luas: pemerintahan otoriter, diktator atau militer di mana lembaga-lembaga konstitusional dan demokratis dimanipulasi. Meningkatnya tahanan politik atau pembangkang. Penyalahgunaan hak-hak hukum, politik dan sosial, termasuk individu, kelompok atau lembaga kebudayaan (misalnya, pelecehan terhadap pers, politisasi peradilan, penggunaan internal militer untuk tujuan-tujuan politik, represi terhadap lawan politik)

10. Aparatur Keamanan sebagai "Negara dalam Negara": munculnya pengawal Praetoria atau elit yang beroperasi dengan kekebalan hukum. Munculnya milisi swasta yang disponsori negara atau didukung negara yang meneror lawan-lawan politik, atau warga sipil yang dipandang bersimpati kepada oposisi. Sebuah "tentara dalam tentara" yang melayani kepentingan militer atau politik yang dominan. Munculnya milisi saingan, pasukan gerilya atau tentara swasta dalam perjuangan bersenjata atau kampanye kekerasan yang berlarut-larut melawan pasukan keamanan negara.

11. Kemunculan Elit Faksional; fragmentasi elit penguasa dan lembaga lembaga negara. Penggunaan retorika nasionalistis agresif oleh para elit penguasa, terutama bentuk-bentuk destruktif seperti "pembersihan etnis".

12. Intervensi Negara atau Faktor Eksternal: keterlibatan militer atau Para-militer luar negeri dalam urusan internal negara yang mempengaruhi keseimbangan kekuasaan internal atau resolusi konflik. Intervensi oleh penyumbang dana (donor), terutama jika ada kecenderungan pada ketergantungan bantuan asing atau misi penjaga perdamaian.
Sumber: http://www.adipedia.com/2011/04/ciri-ciri-failed-states-negara-gagal.html